Di sudut desa kecil yang tenang di Kabupaten Jember, Jawa Timur, hidup seorang wanita hebat bernama Ibu Bai’a. Sebagai seorang janda yang tinggal bersama ibu kandungnya yang sudah lanjut usia, Ibu Bai’a mengarungi kehidupan dengan penuh kebijaksanaan dan ketabahan. Setiap pagi, Ibu Bai’a dan ibu kandungnya membuka pintu kebahagiaan dengan senyuman. Meskipun kehidupan mereka sederhana, kebersamaan dan cinta di antara mereka membuat rumah itu penuh kehangatan.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka belajar menerima situasi dengan lapang dada. Halaman belakang rumah mereka menjadi ladang kecil nan subur. Dengan penuh kreativitas, mereka memanfaatkan lahan tersebut untuk menanam sayuran dan buah-buahan yang menjadi sumber segar dan sehat bagi hidup mereka. Tanaman di halaman belakang bukan hanya sumber makanan, tetapi juga menjadi simbol ketekunan dan kegigihan Ibu Bai’a. Meski kehidupan mereka tidak selalu mudah, Ibu Bai’a dan ibu kandungnya menjalani hari-hari mereka dengan penuh syukur.
Sedekah beras yang mereka terima dari sahabat kebaikan adalah anugerah yang dihargai dengan tulus. Setiap butir beras menjadi harapan baru, memastikan kecukupan makanan untuk keesokan harinya. Dalam setiap kemasan beras, terukir rasa syukur dan keikhlasan untuk menghadapi hidup. Meskipun cobaan hidup kadang-kadang menimpa, keluarga Ibu Bai’a tetap teguh dalam menjalankan ibadah. Sholat lima waktu adalah pijakan kuat yang tidak pernah mereka tinggalkan. Dalam sujudnya, Ibu Bai’a menemukan ketenangan dan kekuatan untuk melanjutkan perjalanan hidupnya. Konsistensi dalam beribadah menjadi cahaya yang membimbing mereka melewati setiap lika-liku kehidupan.